PERLAWANAN BANGSA INDONESIA TERHADAP KOLONIAL BELANDA
Perlawanan Terhadap Kolonial Belanda
- Guna mendapatkan gambaran mengenai bagaimana reaksi masyarakat Indonesia
terhadap penjajahan yang dilakukan oleh Belanda maka kita bisa mengetahuinya
dari berbagai reaksi perlawan masyarakat saat itu. Kali ini kita akan membahas
sekilas mengenai bagaimana sejarah pernah terjadi berkaitan dengan adanya
penjajahan Belanda tersebut. Kita akan melihat bagaimana perlawanan orang
Indonesia yang sedang dijajah tersebut.
Pembelajaran mengenai sejarah kali
ini juga akan berkaitan dengan beberapa term yang sering kita cari yang
semuanya merujuk pada satu muara yaitu bagaimana reaksi perlawanan atas
penjajahan yang terjadi di Indonesia kala itu. Beberapa informasi terkait yang
juga sering kita butuhkan misalnya:
1)
Sejarah perjanjian renville
2)
Peran australia dalam perundingan
renville
3)
Sejarah singkat bandung lautan api
4)
Perlawanan rakyat indonesia melawan penjajah
5)
Pemimpin perlawanan rakyat terhadap
penjajahan jepang
6)
Nama pemimpin perlawanan rakyat
terhadap penjajahan jepang
7)
Perlawanan terhadap kolonialisme
8)
Perlawanan terhadap penjajah
9)
Perlawanan bangsa indonesia terhadap
penjajah
Perlawanan
Kapittan Pattimura
Tindakan Belanda yang
sewenang-wenang dan monopolinya yang merugikan menyebabkan Pattimura
berkewajiban membebaskan rakyat Saparua Maluku. Residen Van den Berg menolak
membayar harga perahu menurut kesepakatan. Hal ini berakibat menambah kemarahan
rakyat. Pattimura yang juga dikenal dengan nama Thomas Matulessi menyerbu
Penggantinya ialah Letkol Groot yang
berpolitik licik serta berusaha memecah belah. Banyak pemimpin yang
ditangkapnya sehingga kekuatan semakin lemah. Maka dalam pertempuran
selanjutnya, Pattimura beserta kawan-kawannya tertangkap dan pada tanggal 16
Desember 1817 Pattimura dijatuhi hukuman mati dengan cara digantung di benteng
New Victoria. Perjuangannya dibantu Christina Martha Tiahahu.
Perlawanan
Padri
Gerakan padri didirikan oleh tiga
orang ulama, yakni Haji Miskin, Haji Piambang, dan Haji Sumanik sepulang dari
Tanah Suci. Ketiga ulama tersebut sangat kecewa melihat kebiasaan masyarakat
Minangkabau yang telah sangat jauh dari ajaran Islam. Usaha mereka untuk
memengaruhi masyarakat mendapat perlawanan keras kaum adat hingga timbullah
peperangan. Berikut sebab-sebab timbulnya perang.
•
Adanya perbedaan pendapat antara
kaum ulama/padri dengan kaum adat. Kaum ulama terpengaruh gerakan wahabi
menghendaki ajaran agama Islam berdasarkan alquran dan Hadis.
•
Kaum ulama ingin memberantas
kebiasan buruk yang dilakukan kaum adat, seperti berjudi, menyabung ayam, dan
mabuk.
•
Perebutan pengaruh antara kaum adat
dan kaum ulama.
Pertempuran semula terjadi pada
tahun 1825 di Minangkabau antara kaum adat dan kaum ulama. Kaum ulama dipimpin
oleh Imam Bonjol. Kaum adat kemudian minta bantuan Belanda. Namun Belanda
sedang terdesak, akibat perang menghadapi Pangeran Diponegoro. Maka, Belanda
mengajak berunding saja dan mengakui batas wilayah kekuasaan kaum padri.
Sesudah tahun 1830, Belanda
mengobarkan perang antara kaum adat melawan kaum padri, dalam hal ini Belanda
membantu kaum adat. Semula pertempuran itu terjadi, tetapi setelah kaum adat
sadar akan bahaya Belanda, mereka bergabung dengan kaum padri melawan Belanda
sejak tahun 1832. Belanda di bawah Van den Bosch menggunakan Sistem Benteng
Stelsel dan dikirimlah bantuan di bawah pimpinan Sentot Ali Basa Prawirodirjo
yang kemudian memihak kepada kaum padri. Sentotpun dibuang ke Cianjur.
Kemudian Belanda menyerang kota
Bonjol dan mengadakan Perjanjian Plakat Panjang (1833), yang isinya:
a.
penduduk dibebaskan dari pembayaran
pajak atau kerja rodi,
b.
Belanda akan menjadi penengah jika
timbul perselisihan antarpenduduk,
c.
perdagangan dilakukan hanya dengan
Belanda, dan
d.
penduduk boleh mengatur pemerintahan
sendiri.
Dengan siasat Benteng Stelsel,
Belanda mengepung benteng Bonjol pada tanggal 25 Oktober 1937 sehingga Imam
Bonjol tertangkap dan dibuang ke Cianjur. Pada tahun1854, Imam Bonjol wafat di
Manado.
Perlawanan
Pangeran Diponegoro
Sejak awal abad ke-18 Belanda
memperluas daerah kekuasaannya dan berhasil menguasai sebagian besar wilayah
Mataram pada tahun 1812. Pengaruh Belanda mulai menyebar di kalangan istana dan
mengancam kehidupan agama Islam. Sebagai salah seorang pemimpin negara dan
pemuka agama, Pangeran Diponegoro tergerak untuk melakukan perlawanan. (Sejarah
Perlawanan Terhadap Belanda di Indonesia)
Sebab
umum:
1)
Rakyat menderita akibat pemerasan
Belanda dengan menarik pajak.
2)
Kaum bangsawan merasa dikurangi
haknya, misalnya, tidak boleh menyewakan tanahnya.
3)
Adanya campur tangan Belanda di
istana, misalnya dalam pengangkatan sultan, mengubah
tata cara istana, sajian sirih
dihapus, dan orang Belanda duduk sejajar dengan sultan
Sebab
khusus:
Pembuatan jalan melalui makam
leluhur Pangeran Diponegoro tanpa seizin di Tegalrejo dianggap merupakan
penghinaan sehingga Pangeran Diponegoro mengangkat senjata pada tanggal 20 Juli
1825.
Jalanya
Perang
Pembantu-pembantu Pangeran
Diponegoro adalah Kiai Mojo, Sentot Ali Basa Prawirodirjo, dan Pangeran
Mangkubumi. Pusat pergerakan ialah di Selarong. Sistem yang dipergunakannya
adalah perang gerilya dan perang sabil.
Pangeran Diponegoro juga dianggap
penyelamat negara dan seorang pemimpin yang besar sehingga mendapat julukan
"Sultan Abdul Hamid Erucokro Amirulmukmin Syayidin Panotogomo Kalifatulah
Tanah Jawa". Pada saat itu, Belanda dipimpin Jenderal De Kock yang
mempergunakan cara:
1.
siasat Benteng Stelsel, di setiap
daerah yang dikuasai didirikan benteng yang mempersempit gerilya Pangeran
Diponegoro sehingga pasukannya terpecah-pecah;
2.
mengangkat kembali Sultan Sepuh agar
tidak dibenci oleh rakyat Mataram;
3.
mempergunakan politik devide et
impera.
Melihat sistem Belanda yang cukup
berbahaya ini, Pangeran Diponegoro memindahkan markasnya ke Plered, Dekso, dan
Pangasih. Daerah Pacitan dan Purwodadi juga berhasil dipertahankan. Serdadu
Belanda terus digempur oleh pasukan Diponegoro sehingga 2.000 orang tentara
Belanda tewas. Pada tahun 1828 – 1830 Pangeran Diponegoro menghadapi
kesulitan-kesulitan berikut.
1.
Tahun 1838 Kiai Mojo mengadakan
perundingan dengan Belanda di Mangi, tetapi gagal. Kiai Mojo ditangkap dan
diasingkan ke Minahasa dan tahun 1849 wafat lalu dimakamkan di Tondano.
2.
Tahun 1839 Pangeran Mangkubumi
menyerah karena sudah tua.
3.
Tahun 1829 Sentot Prawirodirjo
mengadakan perundingan dengan Belanda. Ia bersedia menyerah, asalkan menjadi
pemimpin pasukan.
4.
Tahun 1830 Pangeran Dipokusumo menyerahkan
putra Pangeran Diponegoro.
Kenyataan tersebut tidak melemahkan
Pangeran Diponegoro. Ia terus berjuang, bahkan Belanda sampai mengeluarkan
sayembara: Apabila ada yang berhasil menyerahkan Pangeran Diponegoro akan
mendapat uang 20.000 ringgit. Namun, tidak ada yang bersedia.
Akhirnya Belanda berhasil menangkap
Pangeran Diponegoro pada tanggal 28 Maret 1830 dan dibawa ke Batavia dengan
kapal "Pollaz", terus diasingkan ke Manado. Pada tahun 1834
dipindahkan ke Makassar dan akhirnya wafat pada tanggal 8 Januari 1855. Perang
Diponegoro yang panjang membawa akibat sebagai berikut.
1.
Wilayah Mataram Yogyakarta dan
Surakarta menjadi sempit, PB VI yang ikut melawan Belanda akhirnya dibunuh di
Ambon (1830).
2.
Belanda memperoleh daerah Surakarta
– Yogyakarta sebagai daerah yang diperas kekayaannya.
3.
Adanya sebagian cukai yang dihapus
untuk mengurangi kerusuhan.
Perang
Aceh
Perang Aceh meletus pada tahun 1873
ketika terjadi pertentangan kepentingan politik dan ekonomi antara Kesultanan
Aceh dan pemerintah kolonial Belanda. Belanda sudah memiliki keinginan untuk
menguasai Aceh sejak tahun 1824, saat itu Aceh terkenal sebagai penghasil
separuh persediaan lada di dunia. Kesempatan diperoleh ketika Inggris
membiarkan Belanda menguasai Aceh daripada jatuh ke tangan Amerika Serikat atau
Prancis.
Sebab
umum
1)
Belanda melaksanakan Pax
Nederlandica.
2)
Aceh merupakan daerah yang strategis
bagi pelayaran dan perdagangan yang menolak campur tangan Belanda.
3)
Inggris tidak akan menghalangi jika
Belanda memperluas daerah ke Sumatra.
Sebab
khusus
Aceh menolak terhadap penguasaan
Belanda atas Sumatra, walaupun secara sepihak Belanda telah mengeluarkan
Traktat Sumatra (1871) (yang memberi hak Belanda dapat berkuasa di Sumatra).
Untuk menghadapinya, Aceh bersahabat dengan Turki dan Amerika Serikat.
Di Aceh terdapat dua kelompok
pemimpin rakyat.
1)
Golongan bangsawan yang berjiwa
nasionalis (golongan teuku): Teuku Umar, Dawotsyah, Panglima Polim, Muda
Bae'et, dan Teuku Leungbata.
2)
Golongan ulama (golongan tengku)
dipimpin Tengku Tjik Di Tiro.
Jalanya
perang
1)
Masa permulaan (1873 – 1884)
Belanda menyerang di bawah Kohler, tetapi Kohler sendiri
tewas sehingga Belanda menarik pasukannya. Pimpinan pasukan diganti oleh Van
Swietten yang berusaha membentuk pasukan jalan kaki (infateri), pasukan berkuda
(kavaleri), dan pem- bangunan militer (genie). Semangat rakyat Aceh tidak
kendor, bahkan Jenderal Van der Heyden tertembak sehingga buta (jenderal buta).
2)
Masa konsentrasi stelsel (1884 –
1896)
Pada masa ini, Tengku Tjik Di Tiro gugur. Karena itu, Teuku Umar
mengubah cara dengan berpura-pura menyerah kepada Belanda (tahun 1893). Belanda
memberi penghargaan berupa uang $18.000, 800 senjata, 250 tentara, dan Teuku
Umar diberi gelar Teuku Johan Pahlawan. Hal itu hanya merupakan siasat saja,
Teuku Umar kembali menyerang Belanda bersama istrinya Tjoet Nja'Dien. Belanda
merasa sulit menundukkan Aceh sehingga memanggil Dr. C. Snouck Hurgronje untuk
meneliti budaya Aceh. Tersusunlah buku yang berjudul De Atjeher.
Foto: Perang Aceh/Wikipedia
(Panglima besar angkatan perang Belanda, Jenderal J.H.R.
Kohler tewas ditembak oleh penembak jitu Aceh pada tahun 1873)
3)
Masa akhir perlawanan (1896 – 1904)
Pada tahun 1899 di Meulaboh, Teuku Umar gugur. Perjuangannya
dilanjutkan Tjoet Nja' Dien yang terus bergerilya. Karena Aceh sudah tidak
berdaya, Belanda mengeluarkan Plakat Pendek yang isinya:
a)
Aceh mengakui kedaulatan Belanda di
Sumatra,
b)
Aceh tidak akan berhubungan dengan
negara asing, dan
c)
Aceh akan menaati perintah Belanda
Perlawanan
Sisingamangaraja XII
Sisingamangaraja XII melawan Belanda
di daerah Tapanuli di tepi Danau Toba. Penyebab perlawanan ini adalah daerah Batak
diperkecil oleh Belanda. Belanda melaksanakan Pax Nederlandica. Tahun 1878
Sisingamangaraja XII menyerang Belanda di Tarutung (tahun 1894). Belanda
menyerang dan membakar daerah pusat kerajaan Tapanuli (1907). Sisingamangaraja
XII gugur bersama putra-putrinya sehingga berakhirlah perjuangannya.
Perlawanan
Banjar oleh pengeran Antasari
Pertempuran ini terjadi karena
Belanda banyak campur tangan di istana, banyak perkebunan yang dikuasai
Belanda, Belanda berusaha menguasai Kalimantan, dan disingkirkannya pewaris
takhta, Pangeran Hidayatullah, membawa kemarahan rakyat yang terus berusaha
melawan Belanda di bawah pimpinan Pangeran Antasari. Namun perlawanan ini tidak
berlangsung lama, perjuangannya dilanjutkan oleh putranya yang bernama Muhamad
Seman.
Perlawanan
Patih Jelatik
Patih Jelantik adalah patih Kerajaan
Buleleng yang melawan Belanda. Sebab-sebab perlawanan sebagai berikut.
a.
Hukum tawan karang adalah hak Raja
Bali yang akan dihapus Belanda.
b.
Raja harus melindungi perdagangan
Belanda di Bali.
c.
Belanda diizinkan mengibarkan
bendera di Bali.
Adanya aturan-aturan yang ditetapkan
Belanda tersebut membuat Raja Bali merasa diinjak-injak kekuasaannya oleh
Belanda. Maka, dikobarkanlah perang anti-Belanda. Jalannya perang sebagai
berikut.
1.
perang buleleng 1846
Ini terjadi karena Raja Buleleng merampas kapal Belanda
sehingga terjadi pertempuran dan Buleleng jatuh ke tangan Belanda. Kemudian
raja menyingkir ke benteng Jagaraga bersama Patih Jelantik
2.
perang jagaraga 1848
Dalam pertempuran ini, Patih Jelantik bertahan di benteng
tersebut. Tetapi, akhirnya ada salah satu bagian yang berhasil dikuasai
Belanda, namun Patih Jelantik tetap bertahan.
3.
perang jagaraga II
Ini terjadi karena Raja Buleleng merampas kapal Belanda
sehingga terjadi pertempuran dan Buleleng jatuh ke tangan Belanda. Kemudian
raja menyingkir ke benteng Jagaraga bersama Patih Jelantik
No comments:
Post a Comment